Jawa Barat, 28 Juni 2025
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengusulkan pajak tinggi pada rumah tapak yang ada di perkotaan. Hal itu untuk mendorong masyarakat perkotaan tinggal di hunian vertikal.
Menurut Fahri, saat ini di perkotaan sudah tidak ada tanah lagi untuk membangun rumah tapak. Maka dari itu, perlu dibangun hunian vertikal untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal.
Akan tetapi, pihaknya juga tidak memiliki otoritas atas pertanahan untuk membangun hunian padahal ‘jantung’ dari kota adalah perumahan. Maka dari itu perlu ada aturan yang mengatur dari sisi suplai, termasuk otoritas pertanahan untuk perumahan. “Misalnya nanti yang bikin rumah landed pajaknya dinaikin aja sampai dia nggak bisa tinggal di landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun,” katanya dalam acara Simposium Nasional: Sumitronomics dan Arah Ekonomi Indonesia pekan lalu, dikutip dari YouTube Katadata Indonesia, Selasa (10/6/2025).
Yusuf Supriyadi selaku Sekretaris Umum dewan pengurus pusat ikatan dewan pengembang rumah berdikari berpendapat, usulan dari pak wakil menteri PKP patut didukung karena dapat menambah devisa negara dari sektor properti. mulai harga dari 500 juta harus dinaikan kenapa, karena warga indonesia mampu membeli dengan harga tersebut sudah dikatagorikan punya kemampuan lebih, bukan hanya menompang daya beli properti, kami melihat ini seperti adanya titipan-titpan pengembang besar notaben untuk membebaskan semua pajak, sedangkan negara butuh penerimaan pajak, kalau ini tetap dilakukan banyak kehilangan pendapatan pajak baik ppn 10% dan bphtb. disisi lain rumah subsidi harus sesuai harga batasan yang sudah diatur sesuai keputusan menteri tentang harga jual harus dipantau oleh pemerintah.
Pada penjualan kredit perumahan juga banyak didapatkan penambahan mutu bangunan, baik kenaikan harga jual dan pemakaian material sehingga dijual diharga diatas batasan harga jual dari pemerintah, ini banyak dijumpai saat ini yang dilakukan oleh pengembang dan perbuatan ini kami mengetuk keras penjualan dengan menggunakan KPR rumah subsidi ini
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengatakan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan rumah tapak diatur berdasarkan Undang-Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan rumah tapak tidak termasuk dalam negative list. Artinya, rumah pajak bukan objek pajak yang dikecualikan dari pengenaan PPN
Dwi mengatakan, tarif pajak atas penyerahan rumah tapak dihitung dengan menggunakan perhitungan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah.
“[Perhitungannya] yaitu sebesar 11/12 X harga jual X 12% atau singkatnya 11% dari harga jual,” ujar Dwi. Namun, dalam hal ini, pemerintah memperpanjang insentif PPN atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk tahun anggaran 2025